Perkembangan bisnis ritel 2017 menjadi bahasan yang menarik beberapa waktu terakhir. Daya beli masyarakat Indonesia kembali dipertanyan pasca di tutupnya Lotus. Ada banyak spekulasi dan bahkan beberapa pengamat menyebutnya sebagai anomali, ditengah membaiknya kondisi makro ekonomi penjulan retail justru mengalami banyak goncangan. Beberapa pengamat seperti Rhenal kasali menyebutnya sebagai shifting ada juga yang secara lugas menyebut sebagai indikasi penurunan daya beli.
Perkembangan Bisnis retail 2017 Indonesia, Kuartal I Turun, Kuartal II Naik
Nielsen mencatat perkembangan bisnis ritel pada kuartal 1 th 2017 hanya mencapai angka 3,7 % jauh lebih rendah di bandingkan tahun sebelumnya. Yang menarik masih menurut nielsen konsumsi produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG) di Minimarket naik sebanyak 7 % dibanding supermarket yang hanya mencatatkan angka kenaikan 0,4 %, sangat mungkin kepraktisan menjadi alasan konsumen lebih suke berbelanja di Minimarket. Perbaikan penjualan retail tercatat membaik pada Bulan September 2017 dimana menurut Bank Indonesia pendapatan retail naik hingga 5 %. BI sendiri meyakini kinerja ekonomi secara keseluruhan akan membaik di kuartal II ini.
Optimisme pertumbuhan pertumbuhan retail 2017 dan ini juga di perkuat dari peningatan jumlah rumah tangga dengan anggaran belanja US$ 5.000-US$ 15.000 yang saat ini menguasai 36%-40% dari total populasi. Terlebih lagi sesuai dengan rilis nielsen Indonesia masih berada dalam urutan teratas sebagai negara teroptimis di dunia berdasarkan Indeks Keyakinan Konsumen.
Apa yang terjadi dengan sevel dan lotus menurut kami tidak bisa di jadikan parameter memburuknya daya beli. Ada banyak faktor yang menyebabkan pemilik uang menahan belanja mereka. Alasan paling mungkin adalah kekhawatiran terhadap tax amnesty dan juga ramainya kondisi politik di jakarta yang menyebabkan pemilik modal tidak mengucurkan modal dan konsumen lebih memilih menahan belanja mereka sambil menunggu kondisi membaik.
Alasan Lotus menutup gerai sangat mungkin di sebabkan oleh persoalan biaya operasional dan manajemen. Sinyalemen ini di utarakan Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji. Lotus sebelumnya memiliki 5 Gerai dan tersisa 3 yang akan segera di tutup. Alasan resemi dari pihak pengelola adalah buruknya kinerja gerai yang akhirnya hanya meningkatkan pos operasional.
Perkembangan Bisnis Ritel 2017 akan di pengaruhi Oleh E-Commerce
Penganut kepercayaan adanya distrupsi dan shifting dalam bisnis retail menyebutkan bahka ecommerce berpengaruh significant terhadap bisnis offline. Faktanya penjualan online baru mencapai 1 sd 2 % dari keseluruhan omzet retail, tetapi yang perlu dicatat adalah transaksi online sebagain besar adalah produk fashion, Hasil penelitian penelitian Direktorat e-Business Kominfo produk yang paling banyak dibeli online adalah fashion yang mencapai angka 74%. Jika menilik perkiraan BI dimana omzet e-commerce mencapai 2 T maka sduah 1,42 T omzet fashion tergerus oleh belanja Online. Sangat wajar hit e-commerce adalah industri fashion offline. Lotus dan juga matahari sepertinya sedang mempersiapkan untuk menyambut era online fashion tersebut. Matahari sendiri saat ini menguasai 10 % saham mataharimall.com salah satu startup yang di gadang2 bisa menjadi pesaing kuat lazada.
Sayangnya pertumbuhan ekonomi ini tidak akan berpengaruh banyak kepada positioning koperasi terutama terhadap kontribusi Ekonomi Indonesia. Retail seharusnya menjadi ujung tombak pertumbuhan koperasi, karena kebutuhan paling mendasar republik ini adalah konsumsi. Di singapura NTUC Fair Price menguasai 50 % pangsa pasar retail nasional. Jika koperasi Indonesia mampu berkineja sebaik koperasi NTUC maka tak kurang dari 100 T perputaran omzet yang dikelola koperasi. Kontribusi koperasi terhadap PDB pun akan melesat diangka hampir 10 %. Semoga kedepan fenomena perkembangan bisnis ritel 2017 juga akan berpengaruh kepada koperasi.