Bumdes adalah Badan Usaha Milik Desa yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Dalam Permendesa Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa BUMDES disebut BUM desa. Dari berbagai penjelasan dapat disimpulkan BUM Desa merupakan wadah dari unit2 usaha yang berbadan hukum miliki desa ataupun bukan kumpulan unit usaha, dalam artian dasar yuridis nya adalah permendesa dan bukan merupakan badan hukum hanya badan usaha.
Lantas BUMDes dan Koperasi Desa ada apa? ini bukan judul film ya tetapi sebuah pertanyaan sederhana dari salah seorang pengunjung setiap blog koperasi.net . Pertanyaan tentang keberadaan koperasi pasca bergulirnya kebijakan tentang BUMDes. Kebijakan membangun Negeri dari desa adalah sebuah keputusan baik yang harus di dukung, tidak hanya sebagai sebuah kebijakan politik tetapi juga sangat erat dengan pertimbangan ekonomi dan juga sosial serta pendidikan.
Sebagai aktivis koperasi saya mencermati pertauran BUMDES tetapi tidak seperti yang saya bayangkan porsi koperasi di gerakan ekonomi akar rumput ini sangat minimal, bahkan nyaris tidak ada, dalam bentuk badan hukum unit usaha yang bisa menjadi pilihan BUMDES justru diarahkan menjadi perseroan terbatas. Secara pribadi saya melihat Koperasi seharusnya menjadi alternatif utama bentuk badan usaha BUMDES, bukan berarti mengulang sejarah KUD tetapi pilihan badan usaha koperasi sangat relevan dengan filosofi dan tujuan BUMDES.
Pada Pasal 8 Permendesa Nomer 4 disebutkan bahwa BUMDES dapat membentuk unit usaha perseroan terbatas dan atau Lembaga keuangan Mikro, tidak disebutkan koperasi disana, pertanyaan terbesar saya adalah kenapa kalimat koperasi sama sekali tidak muncul? apakah kebijakan ini sudah melalui kajian dari berbagai pihak? bagaimana peran kemenkop ukm? saya berusaha mencari referensi diskusi terkait point diatas tetapi belum mendepatkan sumber yang memadai.
Badan Hukum BUMDES Tepat Jika Berbentuk Koperasi ?
Sahabat saya Mas Suroto pernah melontarkan protes keras terhadap Permendesa yang secara lugas mengkesampingkan keberadaan Koperasi. Beberapa pengamat justru mengusulkan BUMDES jangan berbentuk koperasi,
Kekhawatiran berbagai pihak terhadap keberadaan koperasi Desa dalam konteks BUMDES tentu merujuk kepada kegagalan KUD dimasa lampau. Jauh sebelum ide badan usaha milik desa BUUD sudah difikirkan pemerintah orba, idenya tidak jauh berbeda dengan bumdes. Badan Usaha Unit Desa atau BUUD ide nya adalah mendorong kapasitas ekonomi desa, terdengar sama dengan bumdes bukan?
BUUD kemudian melebur menjadi KUD yang terbukti hanya menjadi alat politik penguasa, bahkan ketua INKUD saat itu di vonis bersalah atas kasus korupsi. Tidak heran jika kemudian para pemikir di kementrian desa seolah2 alergi dengan koperasi, entah karena alasan kesejarahan ataupun ego sektoral.
Kegagalan KUD dimasa lampau seharusnya harus dipahami sebagai penyalahgunaan tujuan koperasi. Koperasi secara ide dan praktek sangat bisa diterapkan untuk bumdes, semua perangkat sistem dan organisasi yang tercantum dalam permendesa no 4 sudah ada dan teruji di koperasi. Tidak hanya itu fungsi sosial dan pendidikan tidak dimiliki oleh perseroan terbatas hanya koperasi yang bisa menterjemahkan maksud di dirikanya bumdes. Syaratnya adalah kelola kooperasi sesuai prinsip dan nilai koperasi bukan kepentingan orang perorang atau kelompok.
Dalam konteks ekonomi Indonesia, pilar ekonomi nasional adalah Swasta, BUMN dan Koperasi, jika bum des tidak mengadopsi badan hukum koperasi apakah akan memilih jatuh ketangan swasta? tentu tidak bukan? dana besar yang mengalir ke desa akan sangat rawan jika jatuh ketangan pemodal, kapitalisme akan mecengkram desa dan potensi lokal yang seharusnya dinikmati warga justru menjadi milik pemodal. Tidak ada pilihan lain sebenarnya selain mengadopsi koperasi.
DAFTAR PUSATAKA
Puspitasari, Dewi Cahyani. “POTRET ORGANISASI PEMUDA LINGKUNGAN: Dari Mimpi Menjadi Aksi Transformatif.” Jurnal Studi Pemuda 3.2 (2016): 147-150.