Koperasi Warung Tegal (Kowarteg) DKI Jakarta belum lama ini menyatakan sikap mendukung cagub-cawagub DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno di Pilkada DKI putaran kedua. Pernyataan dukungan Kowarteg ini diberikan saat Anies yang juga cagub DKI Nomer Urut 3 melakukan diskusi dengan pengusaha warteg Jakarta di IS Plaza, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Sabtu awal maret lalu.
Ketua Kowarteg Aziz Sastoro secara ekplisit mengatakan siap memilih anis-sandi alasanya, karena paslon nomor urut tiga ini mereka anggap berpihak ke rakyat kecil. Leboh lanjut Azis menyebutkan bahwa koperasinya memiliki 25 ribu anggota koperasi aktif dari sekitar 40 ribu warteg yang saat ini terdata di Jakarta.
Persinggungan koperasi dengan politik bukan hanya di arena pilkada DKI yang menjadi sorotan nasional, jauh sebelum Azis membawa koperasinya masuk ke kancah pilkada sudah banyak tokoh yang tercatat “membawa” nama koperasi sebagai salah satu mesin politik. Sebut saja Nachrowi Ramli Yang memang pernah menjadi ketua Dekopin Jakarta.
Persinggungan koperasi dan politik disinyalir sebagai salah satu penyebab mandulnya gerakan koperasi Indonesia, Dawam Rahardjo Tahun 2015 membuat tiga model koperasi: Pertama, koperasi sebagai gerakan sosial-ekonomi. Kedua, koperasi sebagai program pemerintah. Ketiga, koperasi sebagai badan usaha. D Indonesia koperasi lebih dominan menjadi sebagai program pemerintah dan sebagai badan hukum padahal idealnya koperasi harus menjadi gerakan sosial-ekonomi secara luas.
Apa yang dilakukan kowarteg adalah represntasi koperasi sebagai badan hukum, tentu tidak mewakili perwajahan koperasi secara utuh. Untung Rugi koperasi berpolitik tentu ada yang jelas koperasi harus mempunyai pengaruh politik tetapi bukan sebagai obyek melainkan menjadi subyek