Koperasi sebagai badan usaha harus mampu mengembangkan usaha dan
kelembagaan, termasuk menciptakan profit, benefit dan efisiensi serta meningkatkan
kesejahteraan anggota. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat berperan serta untuk
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dalam tata perekonomian nasional yang
disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi, oleh
karena itu pemberdayaan koperasi bukan hanya di tangan pemerintah, tetapi seluruh
masyarakat, khususnya para anggota koperasi (Nasution, 2002, Hendroyogi, 2000, Hendar
dan Kusnadi, 1999).
Koperasi sebagai badan usaha berbeda dengan badan usaha lainnya dan secara
spesifik memiliki prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi, dimana didalamnya terkandung
unsur-unsur moral dan etika. Nilai-nilai dasar koperasi merupakan aspek penting yang
membedakan antara koperasi dan badan usaha ekonomi lainnya, karena dalam nilai
koperasi terkandung unsur moral dan etika yang tidak dimiliki oleh semua badan usaha
ekonomi lainnya. Adapun rumusan nilai yang dianut adalah merupakan landasan untuk
pengambilan keputusan, yang terdiri atas menolong diri sendiri, memiliki tanggung jawab
pribadi, demokrasi, persamaan, keadilan, dan kesetiakawanan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam menolong diri sendiri (self-help) dan percaya pada
diri sendiri (self-reliance) serta kebersamaan (cooperation) dalam lembaga koperasi akan
melahirkan efek sinergis. Efek ini akan menjadi suatu kekuatan yang sangat ampuh bagi
koperasi untuk mampu bersaing dengan lembaga ekonomi lainnya. Hal itu dapat diraih,
jika dan hanya jika para anggota koperasi mengoptimalkan peran sertanya, baik sebagai
pemilik maupun sebagai pengguna jasa dalam koperasi yang bersangkutan (Nasution,
2002).
Kekuatan pokok koperasi terletak pada kepercayaan dan kebersamaan anggota,
oleh karena itu partisipasi dan peran aktif anggota perlu diperkokoh dan
ditumbuhkembangkan. Salah satu dari tujuh prinsip koperasi adalah keanggotaan
bersifat sukarela dan terbuka, hal ini berarti sifat sukarela mengandung makna :
(1) anggota koperasi tidak boleh dipaksakan, (2) anggota koperasi dapat mengundurkan
diri dari koperasinya serta (3) sifat terbuka mengandung makna keanggotaan tidak
dilakukan pembatasan/diskriminasi dalam bentuk apapun.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, bahwa
sumber permodalan koperasi terdiri dari : (1) modal sendiri berasal dari : (a) simpanan
pokok, (b) simpanan wajib, (c) dana cadangan, dan (d) hibah, (2) modal pinjaman yang
berasal dari : (a) anggota, (b) koperasi lainnya, (c) bank dan lembaga keuangan lainnya, (d)
penerbit obligasi dan surat hutang lainnya, (e) sumber lain yang sah.
Sesuai pasal 17 ayat (1) pada PP Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, Koperasi Simpan Pinjam dapat
menghimpun modal dari : (a) anggota, (b) koperasi lainnya atau anggota, (c) bank dan
lembaga keuangan lainnya, (d) penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, (e)
sumber lain yang sah. Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam dapat
menghimpun simpanan koperasi berjangka dalam tabungan koperasi oleh anggota dan
calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya.
Mengingat status anggota bebas keluar masuk koperasi (voluntry), unsur
kepercayaan, keamanan, kepastian dan manfaat menjadi faktor penentu bagi anggota.
Jika anggota tidak percaya pada koperasi (terjadi rush), otomatis hak-haknya harus
dikembalikan misalnya simpanan wajib dan simpanan lainnya (simpanan sukarela),
termasuk dana pinjaman dari anggota dan modal koperasi akan berkurang dan lebih
bermasalah jika koperasinya tidak mampu mengembalikan haknya anggota. Masalah
simpanan anggota di koperasi menarik untuk didiskusikan secara mendalam, sedangkan
simpanan bagi nasabah/masyarakat yang menyimpan di bank dalam bentuk giro, tabungan
dan deposito ada jaminan, jelas keamanannya, yaitu dijamin oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) yang nilainya maksimal Rp. 100 juta.
Jika simpanan anggota di koperasi ada jaminan kepastian dan keamanan seperti
halnya LPS tersebut, maka diharapkan tingkat kepercayaan anggota terhadap koperasi
akan lebih meningkat dan akan lebih cepat dalam memobilisasi dana anggota, dalam hal ini
fungsi bank dan KSP/USP dalam memobilisasi dana anggota ada kesamaan yaitu
sebagai lembaga intermediary dan bergerak dalam bisnis uang.
Di masa mendatang pembangunan koperasi (Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan
Pinjam) akan bergeser, yang selama ini terkenal sebagai lembaga yang mengharapkan
modal dari bantuan Pemerintah (ketergantungan tinggi), maka perlu digeser menjadi
lembaga yang mampu menggali sumber dana dari anggota koperasi sehingga perlu
dilakukan kajian tentang pola penjaminan dana simpanan anggota dalam koperasi
(Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam koperasi).
Sebagai contoh seperti kasus di Lampung, ada salah satu anggota koperasi mantan
Bupati menempatkan dana di Kopdit Primer sebanyak Rp. 100 juta, tetapi pada suatu
waktu anggota tersebut membutuhkan dana yang disimpan untuk ditarik padahal dana
tersebut telah diputarkan ke anggota sehingga kopdit yang bersangkutan kesulitan
memenuhi permintaan dimaksud. Untuk menutupi dana likuiditasnya koperasi tersebut
meminta bantuan kopdit sekundernya, dan untuk menjaga ketersediaan dana pada kopdit
primernya, maka kopdit sekundernya dapat menanggulangi kekurangannya untuk
dibayarkan ke anggota kopdit primernya. Dalam kasus ini akhirnya tidak ada ketepatan
waktu dalam memenuhi kebutuhan dana tersebut. Seandainya koperasi sekunder
tersebut tidak dapat memberikan bantuan pinjaman, maka anggota yang bersangkutan
akan kecewa terhadap koperasi dan dapat berdampak luas.
Sumber
Smecda
Ralat…
Mohon maaf sebelumnya, di atas tertera PP No 9 tahun 1999…Yang benar adalah PP No ( tahun 1995.
Terima kasih.
Terima kasih ralatnya mabk ninik, akan kami cek kembali. nuwun
untuk input data para nasabah..biasanya kami memerlukan software data aplikasi koperasi apa enggak mbak….mohon bantuan ? kami butuh software tersebut